Marhaban ya Romadhon - Sahurnyaa
Marhaban
ya Romadhon, Marhaban ya Romadhon, Marhaban ya Romadhon, Judlanaa bil Gufron.
Alhamdulillah
umur saya disampaikan ke Bulan Romadhon yang ke 20 yang saya rasakan, meski
sepertinya 5 Bulan Romadhon yang awal saya alami dengan penuh rasa tangis dan
tanpa kembang api. Maklum, masih balita. Masih belum tau apa itu shoum dan
belum kenal juga apa itu cari ta’jil gratis di masjid.
Bulan
Romadhon ini sendiri tahun ini udah berumur 1436 Hijriah dan selalu, hari
pertama Romadhon jatuh tepat pada tanggal 1 Romadhon 1436 Hijriah. Untuk
tanggal romawinya tepat pada tanggal 18 Juni 2015 di Hari Kamis. Tidak seperti
Romadhon sebelumnya yang saya alami tahun ini saya merasakan awal puasa untuk
pertama kali tidak berada di kampung halaman, di Kabupaten Tulungagung, namun
di Kota Malang karena sekarang udah resmi menyandang status sebagai mahasiswa.
Meski ‘hanya’ sebagai mahasiswa, namun yang saya rasakan disini udah cukup
dramatis bahkan lebih dramatis dari serial drama di televisi itu, mahadewa atau
mahabarata
Yang
ingin saya ceritakan disini adalah beberapa perbedaan yang saya rasakan di
awal-awal Romadhon sekarang. Biasanya nih, sahur saya dari tahun-tahun yang
lalu itu selalu berlaukkan teriakan mamak dan berminumkan the hangat buatan
beliau. Ini saya alami udah sampai berabad-abad, bahkan bisa dibilang sudah
sampai sebagai tradisi lebih dari tradisi para siswa-siswi SMA yang nyiapin
‘hp’ dan ‘paketan internet’ saktinya sebelum ujian, hehe. Jadi tak salah kan
kalau tahun ini berbeda karena sahur saya yang pertama saya alami dengan cukup
menyenangkan, sangat bahkan.
Saya
cukup beruntung mengenal kawan-kawan baru di jurusan Perencanaan Wilayah dan
Kota ini di Kampus UB. Mereka (beberapa sudah pernah saya sebutkan di postingan
Ngopy, Lintas Kota) adalah si mbah Ucup, Khalik, Harri, Wisnu, Bayu, Abid, sama
Helanda. Malem sahur pertama saya rasakan di kontrakan Bengal, di Borobudur
Agung Timur. Kondisi malam itu di kontrakan lumayan ramai, soalnya temen-temen,
yang kebetulan jadi satu tim di mata kuliah Studio Permukiman Kota di tim Tata
Guna Lahan (TGL), pada punya deadline buat ngerjain laporan dan diasistensikan
besok harinya. Jadinya juga ada temen-temen TGL lain yang perempuan disana.
Mereka sih repot, buka laptop serius baca materi di laptop *atau mungkin cuman
pura-pura baca dan biar keliatan serius*, ya kalau saya sendiri biasa aja,
cuman gabut nggak jelas dan nggak ada kerjaan, makanya kerjaan cuman nge-PES
aja.
Cus.
Jam udah nunjukin pukul 03.15 padi dan masakan oleh Chef Harri belum juga
matang. Woles aja. Selama belum ada imsak di masjid, anggap saja berarti masih
sempat. Padahal kalau saya pribadi dari jam satu udah celingukan ini kapan saya
mau cari makan buat sahur pas kondisi temen-temen repot gini kan, tapi ya itu,
untungnya mereka selalu satu langkah di depan rencana, jadi dompet saya cukup
aman karena masakan Chef Harri yang nggak perlu bayar, hehehe. Sebenernya sih
kalau untuk saya sendiri selalu ‘harus’ membayar, dengan cara harus siap nerima
bully-an dari mereka. Hahaha.
Akhirnya
nih, sekitar pukul 03.50 an makanan sahur udah siap untuk dihidangkan sajian
dari Chef Harri, dan 3 asistennya, Ririn, Amel, dan Kiara *kalau nggak salah ya
:D*. Menu nya adalah omelet, mie rebus tambah sossis, dan sayur. Kalau minumnya
ada es jeruk sama es kopi. Hem. Lumayaaaaaan. Makanannya enak, suasananya
apalagi. Sebenernya nggak masalah porsinya berapa dan lauknya apa, karena
kebersamaan dengan para sahabat itu kan yang akan melengkapinya.
Perbedaan
pertama. Makan sahur.
Alhamdulillah
yah, meski ini perbedaan, tapi saya menyadari bahwa berbagai ide, inisiatif,
dan gagasan baru yang kreatif selalu diawali dengan yang namanya perbedaan,
seperti yang saya rasakan ini. Karena buka bersama itu udah terlalu mainstream,
maka solusinya adalah sahur bersama, biar greget :D.
(1)
Kota Malang - Sabtu, 20
Juni 2015
Bagus dar :)
ReplyDelete